Powered By Blogger

Welcome To My World

Don't spend your time for useless thing

Senin, 18 November 2013

Demo Buruh

Tulisan Opini (Jurnalistik)

Woro Perwita Nommy
176114766/3SA03

Akhir bulan Oktober lalu, kita telah menyaksikan di layar kaca televisi kita mengenai demo buruh yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan sampai saat ini pun masih terasa suasana menegangkan itu. Para buruh melakukan mogok kerja untuk beberapa hari. Mereka melakukan hal itu hanya untuk menuntut perbaikan nasib. Menurut mereka, untuk menghidupi biaya hidup mereka di era saat ini sudah tidak layak.
Ketegangan terjadi saat aksi unjuk rasa ribuan buruh mulai ricuh. Ribuan buruh ini tidak terima jika di dalam kawasan industri itu ada beberapa perusahaan yang masih beropersi dengan ratusan karyawan yang tidak ikut demo. Massa buruh mengamuk dan mendatangi kawasan tersebut. Mereka merusak dan melempari pos sekuriti karena petugas keamanan kawasan melarang ribuan buruh yang hendak masuk ke dalam perusahaan. Ratusan personil polisi berhasil membubarkan massa buruh, akan tetapi mereka tidak menyerah begitu saja. Mereka tetap melakukan aksi protes, orasi, berteriak agar semua karyawan keluar dan ikut berunjuk rasa.
Kupikir saat itu kita sedang memperingati Hari Buruh, tapi itu salah. Ternyata para buruh sedang melakukan demo. Aku baru ingat kalau Hari Buruh itu jatuh pada tanggal 1 Mei. Saat saya menonton berita di TV, mereka melakukan aksi demo untuk menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) dari sebelumnya 2,7 juta rupiah menjadi 3,7 juta rupiah. Tapi menurutku permintaan itu terlalu berlebihan. Mereka meminta penaikkan upah kerja hingga 100%.
Penaikkan upah kerja adalah sebuah hak dalam suatu perindustrian. Karena dari situlah mereka menggantungkan nasib mereka mulai dari sandang, pangan dan papan. Akan tetapi, permintaan mereka terlalu berat bagi para pengusaha yang memiliki industri tersebut. Saya juga turut kasihan karena para buruh telah bekerja selama bertahun-tahun, akan tetapi tidak ada penaikkan upah kerja. Meskipun begitu, permintaan penaikkan upah terlalu tinggi.
Aku sempat berpikir, “Mereka tidak bersyukur atas apa yang telah diberikan”. Mungkin kalau aku menjadi seorang buruh akan meminta hak dalam urusan penaikkan upah tapi tidak sampai 100%. Dan sebaliknya, kalau saya menjadi seorang pengusaha yang mempunyai ratusan bahkan ribuan pekerja untuk produksi industri akan merasa stress, bingung, berpikir, “Apa yang harus dilakukan?” mungkin saya akan berpikir untuk pergi dari Indonesia. Karena perindustrian di Indonesia kurang baik untuk dijadikan usaha bisnis.

Dari dulu sampai sekarang, saya bertanya-tanya, “Apa sih keuntungan kita dalam melakukan demonstrasi? Bukankah hal itu hanya membuang-buang tenaga. Toh, kita tidak tahu kalau mereka peduli atau tidak dengan suara kita. Mereka bisa saja mengabaikan usaha kita”. Saya jadi berpikir negatif pada pemerintah atau para pengusaha. Semoga mereka mendengar apa yang kita harapkan bagi mereka sendiri dan juga Indonesia. Segala sesuatu akan lebih baik kalau kita saling bekerja sama satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar